Rhizobium dan Mikoriza
RHIZOBIUM
Rhizobium
adalah basil yang gram negatif yang merupakan penghuni biasa didalam tanah.
Rhizobium adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, koloninya berwarna
putih berbentuk sirkular, merupakan penambat nitrogen yang hidup di dalam tanah
dan berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume leguminoceae atau disebut juga
facebeae merupakan tanaman berbunga yang dikenal sebagai keluarga kacang
kacangan. Bakteri ini masuk melalui bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan dan
menyebabkan jaraingan agar tumbuh berlebih-lebihan hingga menjadi kutil-kutil.
Bakteri ini hidup dalam sel-sel akar dan memperoleh makanannya dari sel-sel
tersebut. Biasanya beberapa spesies Actinomycetes kedapatan
bersama-sama dengan Rhizobium sp. dalam satu sel.
Morfologi Rhizobium dikenal
sebagai bakteroid. Rhizobium menginfeksi akar leguminoceae melalui
ujung-ujung bulu akar yang tidak berselulose, karena bakteri Rhizobium tidak
dapat menghidrolisis selulose. Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar
leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama
sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawaan nitrogen
seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan,
bakteri dan tanak disekitarnya. Baik bakteri maupun legum tidak dapat menambat
nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak
terdapat dalam tanah legum tersebut akan mati.
Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar tanaman legum dan
berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen
Bakteri
rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai
penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok
bakteri ini kan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya.
Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil
akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman
khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan hara bagi tanaman inangnya.
Bakteri
nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan
yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup dalam akar membentuk nodul atau
bintil-bintil akar. Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu
mengikat nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya menjadi suatu
senyawa yang dapat diserap oleh tumbuhan. Berkat kemampuannya mengikat nitrogen
di udara, bakteri-bakteri tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi tanah
pertanian. Kelompok bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis. Bakteri
nitrogen yang hidup bebas yaitu Azotobacter chroococcum, Clostridium
pasteurianum, dan Rhodospirillum rubrum. Tumbuhan yang bersimbiosis
dengan Rhizobiumbanyak digunakan sebagai pupuk hijau
seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman
polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri
melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari
inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya
dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen
organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi
penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium
Kurang lebih 80% dari udara di atmosfer adalah gas nitrogen (N2). Namun N2
tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme. Kebanyakan
organisme menggunakan nitrogen dalam bentuk NH3 sebagai penyusun asam amino,
protein, dan asam nukleat. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang mengubah N2
menjadi NH3 yang kemudian akan digunakan secara biologi. Proses ini dapat
terjadi secara alamiah oleh mikroba (. Mikroba yang fungsi utamanya sebagai
penyedia unsur nitrogen melalui penambatan nitrogen atmosfer dapat dibedakan ke
dalam dua kelompok yaitu mikroba yang hidup bebas (free-living microbes),
artinya bekerja secara non-simbiotik atau tidak memiliki asosiasi spesifik
dengan tanaman tertentu, dan mikroba yang melakukan hubungan simbiotik dengan
tanaman tertentu (Armiadi, 2009). Salah satu contoh yang saat ini sudah banyak
diteliti adalah hubungan simbiotik Rhizobium dengan tanaman legum. Rhizobium
merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5-0,9 μm. Bakteri ini termasuk famili
Rhizobiaceae. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran (rizosfer)
tanaman legum dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus (Jumini,
2010).
Spesifisitas
Nodulasi Rhizobium
Bakteri Rhizobium hanya dapat bersimbiosis dengan tumbuhan legum dengan menginfeksi
akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya. Dalam banyak kasus pemberian
inokulan Rhizobium indigenous terkadang tidak efektif pada tanaman yang
diperkenalkan (Arsyad,2009). Prinsip pengelompokan inokulasi silang didasarkan
pada kemampuan isolat Rhizobium untuk membentuk bintil akar pada genus terbatas
dari spesies legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Semua Rhizobium yang
dapat membentuk bintil akar pada perakaran tipe legum tertentu secara kolektif
dimasukkan dalam satu spesies (Armiadi,2009)
Beberapa tingkat spesifisitas dalam nodulasi dan legum dapat disusun dalam
beberapa kelompok, anggota dari salah satu grup biasanya membentuk nodul dengan
legum yang diberikan tetapi kemampuannya untuk memfiksasi N adalah suatu fungsi
dari keduanya yaitu tanaman inang dan bakteri itu sendiri Tidak semua jenis
tanaman kacangan yang diuji sejauh ini telah membentuk nodul, kira-kira sekitar
10% dari jenisnya telah diperiksa. Genus Rhizobium yang termasuk famili
Rhizobiaceae terdiri dari beberapa spesies legum tapi tidak dengan yang lain.
R. leguminosarum misalnya, mampu membentuk nodul yang efektif pada akar Pisum
sativum, Vicia dan Lithyrus, tapi tidak pada Trifolium, Medicago sativa dan
banyak legum lainnya. R. trifolii membentuk nodul pada berbagai jenis clover
tapi tidak pada Pisum sativum, bean dan lainnya. Kelompok dari jenis tanaman
yang berbeda yang mungkin nodul dengan jenis Rhizobium yang sama disebut
cross-inoculation groups.
Mekanisme Pembentukan Bintil Akar
Simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum dicirikan oleh pembentukan bintil akar
pada tanaman inang . Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi produk
metabolisme tanaman ke daerah perakaran (nod factors) yang menstimulasi
pertumbuhan bakteri, berupa liposakarida (Rahmawati,2005) Eksudat akar yang
dihasilkan tanaman legum tersebut memberikan efek yang menguntungkan untuk
pembelahan Rhizobium di tanah).
Nodulasi dan fiksasi nitrogen tergantung pada kerjasama dari faktor-faktor yang
berbeda yaitu kehadiran strain Rhizobium yang efektif pada sel akar,
peningkatan jumlah sel Rhizobium di rizosfer, infeksi akar oleh bakteri,
pertumbuhan, dan aktivitas Rhizobium itu sendiri (Adisarwanto,1999). Pelekatan
Rhizobium pada rambut akar juga dapat terjadi karena pada permukaan sel
Rhizobium terdapat suatu protein pelekat yang disebut rikodesin. Senyawa ini
adalah suatu protein pengikat kalsium yang berfungsi dalam pengikatan kompleks
kalsium pada permukaan rambut akar (Arsyad, 2009).secara umum pembentukan
bintil akar pada tanaman legum terjadi melalui beberapa tahapan:
1. Pengenalan
pasangan sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh pelekatan
bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman.
2. Invasi
rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang-benang infeksi (infection
thread).
3. Perjalanan
bakteri ke akar utama melalui benang-benang infeksi.
4. Pembentukan
sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut sebagai bakteroid, di
dalam sel akar tanaman.
5. Pembelahan
sel tanaman dan bakteri sehingga terbentuk bintil akar.
Mekanisme Penambatan Nitrogen pada
Bintil Akar
Peran utama Rhizobium adalah memfiksasi nitrogen dengan adanya aktivitas
nitrogenase. Tinggi rendahnya aktivitas nitrogenase menentukan banyak
sedikitnya pasokan ammonium yang diberikan Rhizobium kepada tanaman (Asyad,2009).
Aktivitas nitrogenase Rhizobium ditentukan oleh 2 jenis enzim yaitu enzim
dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dengan
kofaktor protein Fe berperan sebagai penerima elektron untuk selanjutnya
diteruskan ke protein MoFe, sedangkan enzim dinitrogenase yang memiliki protein
MoFe berperan dalam pengikatan N2(Rahmawati,1999). reaksi penambatan nitrogen
pada bintil akar legum dalam persamaan sebagai berikut:
N2
+ 8 H+ + 8 e- + 16 Mg-ATP 2NH3 + H2 +16 Mg-ADP + 16 Pi
Menurut Arimurti (2000), kemampuan Rhizobium dalam menambat nitrogen dari udara
dipengaruhi oleh besarnya bintil akar dan jumlah bintil akar. Semakin besar
bintil akar atau semakin banyak bintil akar yang terbentuk, semakin besar
nitrogen yang ditambat. Semakin aktif nitrogenase semakin banyak pasokan
nitrogen bagi tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
(Jumini,2010). Jumlah N 2yang dapat difiksasi oleh tanaman legum sangat
bervariasi, tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar, jenis bakteri dan
tempat tumbuh bakteri tersebut dan terutama pH tanah (Norviani,2011).
Efisiensi dan efektivitas dari suatu strain Rhizobium pada bintil akar dapat
diamati dari warna kemerahan yang tampak pada bintil akar meninggalkan sejumlah
nitrogen untuk tanaman berikutnya. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan
nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10-25%. Tanggapan
tanaman untuk memfiksasi nitrogen dari udara tergantung pada kondisi medium
tumbuh dan efektivitas populasi asli (Rahmawati, 2005).
Pembentukan Simbiosis antara
Rhizobium dengan Leguminose
Simbiosis
antara Rhizobium dengan Leguminose dicirikan oleh struktur bintil akar pada
tanaman inang (leguminoseae). Pembentukan bintil akar dimulai dengan sekresi
produk metabolism tanaman ke daerah perakaran yang menstimulasi pertumbuhan
bakteri. Proses pembentukan bintil akar di awaali dengan kolonisasi bakteri
bintil akar di rhizosfer tanaman kacang-kacangan. memperlihatkan kolonisasi B
japonicum 5 hari setelah inokulasi pada tanaman kedelai terdapat pada ujung
akar dan permukaan akar dekat ujung akarmengatakan Koinokulasi antara A.
lipoferum T1371 dan R. leguminosarum pada tanaman clover white, menunjukkan
terjadinya kolonisasi bakteri pada pangkal akar, akar sekunder pada rambut akar
(Rahmawati, 2005)
Pemanfaatan Rhizobium sebagai
Biofertilizer
Lahan yang ditanami dengan tanaman legum terkadang masih membutuhkan inokulasi
tambahan Rhizobium. Bagaimanapun juga, inokulasi pada tanaman tidak selalu
dapat berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap kondisi
tanah yang kurang mendukung pertumbuhan dari strain yang ditambahkan (Rahmawati,2005).
Kehadiran mikroba alami yang yang tidak efektif dalam jumlah yang besar dapat
mengganggu keberhasilan praktek inokulasi. Pada kondisi yang kurang
menguntungkan seperti yang terjadi di daerah bertanah masam di Sumatera jumlah
dari Rhizobium alami lebih rendah atau tidak ada sama sekali (Jumini, 2010).
Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium ke dalam
tanah agar bakteri berasosiasi dengan tanaman mengikat N2 bebas dari udara.
Seringkali tanah-tanah bekas tanaman legum baik yang diberi inokulasi maupun
tanpa tambahan inokulasi dapat digunakan sebagai sumber inokulan (Adisarwanto,1999).
Praktik pemberian kultur Rhizobium yang
disiapkan secara artifisial ke biji legum sebelum menyebarkannya dapat juga
dianggap sebagai inokulasi legum (Rahmawati,2005). Inokulan padat dari material
seperti kompos, arang dan vermiculite sudah banyak digunakan sebagai medium
pembawa dalam inokulasi legum. Beberapa medium pembawa memiliki kapasitas
memegang kelembaban yang tinggi, menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan
Rhizobium dan mendukung daya tahan Rhizobium selama pendistribusian inokulan
kepada petani dan setelah inokulasi pada biji (Arsyad,2009).
Mikoriza
Mikoriza
adalah bentuk simbiosis antara cendawan (fungi) dengan tumbuhan tingkat tinggi
(tumbuhan berpembuluh, Tracheophyta), khususnya pada sistem perakaran. Terdapat
juga cendawan yang bersimbiosis dengan cendawan lainnya, tetapi sebutan
mikoriza biasanya adalah untuk simbiosis cendawan yang menginfeksi akar
tumbuhan. Bentuk simbiosis ini terutama adalah simbiosis mutualisme, meskipun
pada beberapa kasus dapat berupa simbiosis parasitisme lemah.
Mikoriza
merupakan gejala umum pada perakaran tumbuhan. Sekitar 90% suku tumbuhan
(mencakup sekitar 80% spesies tumbuhan) memiliki asosiasi simbiotik ini.
Catatan fosil menunjukkan asosiasi ini telah ada sejak Zaman Karbon.
Mikoriza
memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa
tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya dengan mikoriza. Beberapa
jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran
mikoriza di akarnya. Sebagai misalnya, semaian pinus biasanya gagal tumbuh
setelah pemindahan apabila tidak terbentuk jaringan mikoriza di sekitar
akarnya. Hanya sedikit kelompok tumbuhan yang tidak menjadi simbion, seperti
dari Brassicaceae, Commelinaceae, Juncaceae, Proteaceae, Capparaceae,
Cyperaceae, Polygonaceae, Resedaceae, Urticaceae, dan Caryophyllales.
Mikoriza
dapat diinokulasi secara buatan. Namun, inokulasi mikoriza asing memerlukan
bantuan mikoriza lokal, misalnya dengan menambahkan tanah dari tempat asal
tumbuhan.Dua kelompok mikoriza terbesar adalah ektomikoriza (EcM) dan
endomikoriza (EM). Endomikoriza terutama didominasi oleh mikoriza arbuskular
(arbuscular mycorrhizae, AM), ditambah dengan sekelompok mikoriza erikoid dan
mikoriza arbutoid yang menginfeksi tumbuhan kelompok Ericoidae.
Semua
endomikoriza termasuk ke dalam filum Glomeromycota, misalnya genus Gigaspora,
Scultellospora, Acaulospora, Entrophospora, Glomus, dan Sclerocystis. Terdapat
sekitar 150 jenis (spesies) spora cendawan AM yang telah dideskripsi. AM
tergolong dalam kelompok khusus dari populasi mikoriza yang sangat banyak
mengkolonisasi rizosfer, yaitu di dalam akar, permukaan akar, dan di daerah
sekitar akar. Hifa eksternal yang berhubungan dengan tanah dan struktur infeksi
seperti arbuskula di dalam akar menjamin adanya perluasan penyerapan
unsur-unsur hara dari tanah dan peningkatan transfer hara (khususnya fosfor) ke
tumbuhan, sedangkan cendawan memperoleh karbon organik dari tumbuhan inangnya
(Marschner, 1995).
Jenis mikoriza
Mikoriza
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan cara menginfeksinya, yaitu ektomikoriza
dan endomikoriza.
Ektomikoriza
menutuipi permukaan bagian tanaman yang tertutup tanah. Ektomikoriza
menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat
serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut
akar, dikenal sebagai jala Hartig. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan
morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat
membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
Tumbuhan inangnya biasanya tumbuhan tahunan atau pohon (Delvia,2006). Beberapa
di antaranya merupakan komoditi kehutanan dan pertanian seperti sengon, jati,
serta beberapa tanaman buah seperti mangga, rambutan, dan jeruk. Selain itu
pohon-pohon anggota Betulaceae, Fagaceae, dan Pinaceae juga menjadi inangnya.
Pada umumnya ektomikoriza termasuk dalam filum Basidiomycota dan Ascomycota.
Ada sedikit anggota Zygomycota yang juga menjadi cendawan ektomikoriza.
Endomikoriza
menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root
tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel. Jenis mikoriza
ini banyak ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan komoditi pertanian
penting, seperti kacang-kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran dan
tanaman hias (Delvian, 2006). Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi
akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar. Berdasarkan tipe
infeksinya, dikenal tiga kelompok endomikoriza: ericaceous (Ericales dengan
sejumlah Ascomycota), orchidaceous (Orchidaceae dengan sekelompok
Basidiomycota), dan vesikular arbuskular (sejumlah tumbuhan berpembuluh dengan
Endogonales, membentuk struktur vesikula (gelembung) dan arbuskula dalam
korteks akar) disingkat MVA.
Mikoriza
arbuskular (AM, dulu disebut mikoriza vesikular-arbuskular, VAM) tumbuh dari
luar perakaran lalu masuk ke dalam jaringan perakaran dan pada gilirannya
memasuki sel-sel perakaran. AM di dalam jaringan akan membentuk arbuskula,
yaitu jaringan hifa yang menembus sela-sela sel dan bahkan menembus sel melalui
plasmalema. Di dalam sel, hifa akan membentuk vesikula, suatu
gelembung-gelembung kecil di sitoplasma. AM sulit ditumbuhkan secara aksenik
(media buatan) sehingga MVA dianggap merupakan simbion obligat .
Vesikula
berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma yang mengandung lipid dan menjadi
alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya bila sel pecah akibat rusaknya
korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa yang menembus plasmalema dan
membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan. Pembentukan vesikula dan
arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah terjadi dengan sempurna
dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama dengan mikoriza berupa
meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari dalam tanah.
Selain
vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu memperluas
ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang hifa
eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa
dapat membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi
(Budiman,2007).
AM
banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan
dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA
meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman,
terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan
penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan
belerang (S). Selain itu, MVA memperluas ruang tanah yang dapat dijangkau oleh
tanaman inang. Jeruk, umpamanya, dikenal responsif terhadap inokulasi MVA.
Inokulasi ini dapat mengarah pada menurunnya penggunaan pupuk P. Selain
meningkatkan ketersediaan hara, AM meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap
kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa di tanah membantu akar menyerap
air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang terhadap serangan penyakit. AM,
tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh serangan jamur patogen. Demikian
pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda. Sebaliknya, tumbuhan yang
terinfeksi AM menurun ketahanannya terhadap serangan virus. Pengaruh AM lain
yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis antara bakteri
bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella mosseae,
memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi
tanah.(Musfati,2006
Manfaat Umum
Manfaat
dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem,
manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam
ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki
struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah
yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan
unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan
asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P. MVA
dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan fosfat melalui dua cara, pengaruh
langsung melalui jalinan hifa eksternal yang diproduksinya secara intensif
sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam
menyerap unsur hara dan air dan pengaruh tidak langsung, dimana mikoriza dapat
memodifikasi fisiologis akar sehingga dapat mengeksresikan asam-asam organik
dan fosfatase asam ke dalam tanah. Fosfatase asam merupakan suatu enzim yang
dapat mamacu proises mineralisasi P Organik dengan mengkatalisis pelepasan P
dari kompleks organik menjadi kompleks anorganik. Manfaat lain yaitu bagi
manusia, mikoriza dapat meningkatkan produktivitas tumbuhan, karena dapat
memproduksi bunga lebih awal.
Mekanisme Penyerapan Fosfat oleh
Mikoriza
Peranan
MVA tersebut dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P dan unsur hara
lainnya melalui proses sebagai berikut :
1. Modifikasi
Kimia oleh mikoriza dalam proses kelarutan P tanah Pengaruh Mikoriza Arbuskula
Pada Ketersediaan dan Penyerapan Unsur Hara Pada tahap ini, terjadi modifikasi
kimia oleh mikoriza terhadap akar tanaman, sehingga tanaman mengeksudasi
asam-asam norganik dan enzim fosfatase asam yang memacu proses mineralisasi P.
Eksudasi akar tersebut terjadi sebagai respon tanaman terhadap kondisi tanah yang
kahat P, yang mempengaruhi kimia rizosfer.
2. Perpendekan
jarak difusi oleh tanaman bermikoriza. Mekanisme utama bagi pergerakan P ke
permukaan akarah melalui difusi yang terjadi akibat adanya gradien konsentrasi,
serta merupakan proses yang sangat lambat. Jarak difusi ion-ion fosfat tersebut
dapat diperpendek dengan hifa eksternal CMA, yang juga dapat berfungsi sebagai
alat penyerap dan translokasi fosfat.
3. Penyerapan
P tetap terjadi pada tanaman bermikoriza meskipun terjadi penurunan konsentrasi
minimum P. Konsentrasi P yang ada di larutan tanah dapat menjadi sangat rendah
dan mencapai konsentrasi minimum yang dapat diserap akar, hal ini terjadi
sebagai akibat terjadinya proses penyerapan ion fosfat yang ada di permukaan
akar. Di bawah konsentrasi minimum tersebut akar tidak mampu lagi menyerap P
dan unsur hara lainnya, sedangkan pada akar bermikoriza, penyerapan tetap
terjadi sekalipun konsentrasi ion fosfat berada di bawah konsentrasi minimum
yang dapat diserap oleh akar. Proses ini ini terjadi karena afinitas hifa
eksternal yang lebih tinggi atau peningkatan daya tarikmenarik ion-ion fosfat
yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa MVA.
Daftar pustaka
§ Arsyad,
M. 2009. Studi Isolasi bakteri Rhizobium yang diinokulasikan ke dalam Dolomit
Sebagai Pembawa (Carrier) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba.
Departemen Kimia FMIPA USU Medan.
§ Rahmawati,
N. 2005. Pemamfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan
§ Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 1999. Peningkatan
Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah Kering Pasang Surut. Penebar Swadaya:
Jakarta. p. 4-10
§ Armiadi. 2009. Penambatan nitrogen secara Biologis
pada Tanaman Leguminosa. Jurnal Wartazoa 19(1): 23-30..
§ Rhizobium Isolat Indigen Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Kacang Yunggak di Lahan Lebak. Jurnal Ziraa’ah 28(2) : 89-98.
§ Jumini dan R. Hayati.2010. Kajian Biokomplek Trico-G
dan Inokulasi Rhizobium pada Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Jurnal
Floratek 5: 23-30.
§ Novriani. 2011. Peranan Rhizobium dalam Meningkatkan
Ketersediaan Nitrogen Bagi Tanaman Kedelai. Jurnal Agronobis, 3(5): 35-42.
§ Budiman, S dan Saraswati, D. 2007. Kesuburan Tanah
Masyarakat Badui karena Mikoriza V-A terjaga. Penerbit Niaga Swadaya. Bandung
§ Delvian, 2006. Optimalisasi Daya Tumbuh Tanaman
terhadap Daya Dukung Perkembangbiakan Jamur Mikoriza. Institut Teknologi
Surabaya. Surabaya
§ Musfati, A dkk. 2006. Modifikasi Sistem
Pertanian Organik dengan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA). Universitas
Lampung . Lampung.
§ Noor, Z. 2006. Produktivitas dan Mutu Jagung
terhadap Mikoriza diDesa Pare Kediri . Institut Pertanian Bogor. Bogor